Runtime (0.00428 seconds)
#21

Interpretation of ( Al-Baqarah 221 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id


[ وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ] - البقرة 221

#22

Interpretation of ( An-Nisa' 11 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Allah memerintahkan kalian, dalam urusan warisan anak-anak dan kedua orangtua kalian bila kalian meninggal dunia, untuk melakukan sesuatu yang bisa mewujudkan keadilan dan perbaikan. Apabila anak yang ditinggalkan terdiri atas laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan. Apabila semua anaknya perempuan, dan lebih dari dua orang, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Secara tersirat, ayat ini bisa dipahami bahwa bila jumlah anak perempuan itu hanya dua orang, bagian mereka sama dengan bila mereka berjumlah lebih dari dua orang. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta yang ditinggalkan. Apabila si mayit meninggalkan bapak dan ibu, maka bagian masing-masing seperenam, jika ia mempunyai anak, laki- laki atau perempuan. Tetapi bila ia tidak mempunyai anak, dan yang mewarisi hanya ibu dan bapak saja, maka bagian ibu adalah sepertiga dan sisanya menjadi bagian bapak. Jika mayit itu mempunyai saudara, maka ibunya menerima seperenam, dan sisanya menjadi bagian bapak, tanpa ada bagian untuk saudara- saudaranya. Bagian-bagian ini diberikan kepada yang berhak setelah dibayar utang-utangnya dan telah dilaksanakan apa yang diwasiatkan, selama dalam batasan syariat. Inilah hukum Allah yang adil dan mengandung kebijaksanaan. Kalian tidak mengetahui siapa di antara bapak dan anak kalian yang lebih banyak manfaatnya bagi kalian. Sesungguhnya kebaikan ada pada perintah Allah. Allah Maha Mengetahui maslahat kalian dan Mahabijaksana pada apa-apa yang diwajibkan kepada kalian. ] - Interpretation of ( An-Nisa' 11 )

[ يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ] - النساء 11

#23

Interpretation of ( Al-Baqarah 219 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Mereka juga bertanya kepadamu, Muhammad, tentang hukum khamar dan perjudian. Katakan bahwa khamar dan perjudian banyak bahayanya. Di antaranya adalah merusak kesehatan, menghilangkan akal dan harta, menyebar kebencian dan permusuhan di antara sesama. Kendatipun mengandung kegunaan seperti hiburan, keuntungan dan kemudahan, tetapi bahayanya lebih banyak daripada kegunaannya, maka jauhilah. Mereka bertanya juga tentang barang apa yang mereka infakkan. Jawablah kepada mereka bahwa harta yang diinfakkan di jalan Allah adalah yang mudah dan tidak memberatkan kalian. Begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu sekalian agar kalian berfikir tentang apa yang dapat membawa kemanfaatan dan maslahat dunia dan akhirat. (1) (1) Ayat ini menegaskan bahwa khamar (minuman keras: miras), dan perjudian mengandung manfaat dan dosa besar dam dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Seorang peminum miras dapat merasakan nikmat ketika mencapai klimaks. Tetapi kenikmatan itu mengarah pada hilangnya kesadaran dan dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan. Lebih dari itu, bahaya yang ditimbulkan miras itu juga dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti susunan pencernaan dan saraf. Sedang manfaat miras, terutama dari segi materi, dapat dilihat keuntungan materi yang dihasilkan dari penjualannya. Namun, betapa pun besarnya manfaat miras, masih belum seberapa jika dibandingkan dengan bahayanya. Begitu juga judi. Nafsu ingin berjudi terus menerus dapat merusak urat saraf. Di samping itu, keuntungan yang diperoleh seseorang dari sekian kali perjudian, betapa pun besarnya, dapat hilang dalam waktu sekejap yang, lebih dari itu, bisa jadi mengakibatkannya bangkrut dengan menjual semua harta miliknya. Sedangkan kalau dilihat dari segi sosial, judi dapat memicu permusuhan, perkelahian dan sebagainya yang tentu tidak dapat diganti dengan keuntungan materi saja. ] - Interpretation of ( Al-Baqarah 219 )

[ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ ] - البقرة 219

#24

Interpretation of ( Al-Baqarah 178 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Di antara syariat yang Kami wajibkan atas orang-orang beriman adalah hukum yang mengatur soal pembunuhan dengan sengaja. Telah Kami wajibkan pelaksanaan kisas atas kalian sebagai hukuman bagi pelaku pembunuhan. Janganlah kalian mencontoh tirani kaum jahiliah. (1) Mereka menghukum orang merdeka bukan pelaku pembunuhan sebagai balasan atas terbunuhnya seorang budak. Laki-laki sebagai ganti wanita. Petinggi kaum sebagai ganti rakyat jelata tanpa memberi hukuman pada pelaku pembunuhan itu sendiri. Maka dengan hukum kisas ini Kami mewajibkan bahwa orang merdeka harus dikisas karena membunuh orang merdeka lain, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Jadi, landasan hukum kisas ini adalah semata-mata untuk menghentikan kejahatan si pembunuh dengan memberikannya hukuman yang setimpal. Tapi apabila pihak keluarga korban berhati lapang dan memilih sesuatu yang lebih baik dari itu dengan tidak menuntut balas, dan memberi maaf pada terdakwa, maka mereka berhak mendapatkan diyat. Jika itu yang dikehendaki oleh pihak keluarga korban, maka hendaknya ia menerima pilihan mereka sendiri secara sukarela tanpa menekan apalagi menggunakan kekerasan terhadap pelaku. Si pelaku semestinya menyerahkan diyat itu secepatnya dan tidak menundanya. Dan sesungguhnya di dalam hukum kisas yang Kami wajibkan itu terdapat keringanan bagi orang-orang Mukmin, jika dibandingkan dengan hukum Tawrât, yang tidak memberikan pilihan bagi pelaku pembunuhan kecuali dihukum bunuh. Sebagaimana terdapat pula rahmat bagi mereka sehingga tidak hanya mengharap maaf dari keluarga korban. Barangsiapa yang melanggar ketentuan hukum ini maka baginya azab yang pedih di dunia dan akhirat. {(1) Orang-orang Arab pada masa jahiliah membedakan antara petinggi kaum dengan orang biasa. Misalnya ketika salah seorang kepala suku terbunuh, pembalasan atas pembunuhan itu tidak hanya terbatas pada si pembunuh. Bagi mereka terdapat perbedaan antara darah orang biasa dengan darah petinggi, antara jiwa orang biasa dengan jiwa petinggi. Ketika Islam datang, kebiasaan itu ditinggalkan dengan memberlakukan hukum kisas, yaitu suatu ketentuan hukum yang menetapkan bahwa pembalasan terhadap tindak pembunuhan hanya diberlakukan terhadap si pembunuh. Jika seorang yang merdeka terbunuh, siapa pun orangnya, tebusannya adalah orang merdeka pula, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita dan seterusnya. Dapat dipahami secara eksplisit bahwa seorang budak tidak akan dikisas karena melakukan pembunuhan terhadap orang merdeka dan sebaliknya seorang merdeka tidak dikisas karena membunuh budak. Akan tetapi, pada ayat lain kita menemukan bahwa hukum kisas itu berlaku secara umum tanpa memandang status dan jenis kelamin. Ini merupakan suatu hukum yang telah diundangkan dalam kitab Tawrât, Injîl dan al-Qur'ân. Allah berfrman, "Dan telah Kami tentukan terhadap mereka di dalamnya (Tawrât) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa" (lihat surat al-Mâ'idah). Dan Rasululullah bersabda, "Orang-orang Muslim itu saling melindungi hak hidup masing-masing," dan, "Nyawa dibalas dengan nyawa." Tampaknya, bahwa dalam hukum kisas ini Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pandangan para ahli hukum, dengan menjadikan kisas itu sebagai hak bagi keluarga si terbunuh, sebagai peredam kemarahan di satu sisi dan sebagai upaya prefentif untuk menjaga hak hidup orang yang tak berdosa di sisi lain. Oleh karena itu dalam hal ini pihak keluarga korban memiliki hak memaafkan pelaku di samping hak menuntut balas (kisas) itu sendiri, sementara pihak penguasa (waliy al-amr) memiliki kekuasaan untuk memberi hukuman mati sebagai ta'zîr jika dalam hal itu terdapat maslahat. Dalam penetapan hukum kisas ini, Islam tidak memandang dari sudut motif, karena si pelaku dianggap zalim apa pun motif yang melatarbelakangi kejahatannya. Bahkan, melihat kejahatan dari sisi motifnya akan melahirkan rasa kasihan pada si pelaku dan mengabaikan maslahat korban yang semua itu sering kali mendorong tindak balas dendam yang tidak ada habisnya. Belakangan ini teori hukum Islam dalam persoalan kisas banyak mendapat tanggapan dan kajian serius di berbagai perguruan tinggi di Eropa. } ] - Interpretation of ( Al-Baqarah 178 )

[ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ ] - البقرة 178

#25

Interpretation of ( At-Tawba 60 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Zakat yang diwajibkan itu hanya akan diberikan kepada orang yang tidak mendapatkan sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, orang sakit yang tidak dapat bekerja dan tidak memiliki harta, orang yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, mualaf--karena diharapkan keislamannya dan manfaatnya untuk membantu dan membela agama Allah--orang yang berdakwah kepada Islam. Selain itu, zakat juga digunakan untuk membebaskan budak dan tawanan, melunasi utang orang-orang yang berutang dan tidak mampu membayar--kalau utang itu bukan karena perbuatan dosa, aniaya atau kebodohan. Zakat juga digunakan untuk memasok perbekalan para mujahidin yang berjihad di jalan Allah serta berbagai jalan kebaikan dan ketaatan yang berhubungan dengan jihad. Membantu para musafir yang terputus dari kemungkinan melanjutkan perjalanan dan terasingkan dari keluarganya. Allah menyariatkan itu semua sebagai kewajiban dari-Nya demi kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui maslahat makhluk-Nya dan Mahabijaksana atas apa yang disyariatkan(1). (1) Zakat adalah sebuat ketentuan untuk mengumpulkan harta dari orang kaya untuk didistribusikan kepada fakir miskin. Harta yang didistribusikan itu sebenarnya adalah hak fakir miskin yang terdapat dalam harta orang kaya. Pengumpulan dan distribusi zakat dilakukan oleh pemerintah untuk orang-orang yang berhak menerima (mustahik), terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Zakat dapat didistribusikan kepada fakir, miskin, orang yang sedang berada dalam perjalanan. Selain itu, zakat dapat juga dimanfaatkan untuk pinjaman, atau untuk kepentingan sosial seperti membayarkan utang orang yang tidak mampu membayar. Pada masa awal sejarahnya, dalam masyarakat Islam sangat jarang ditemukan orang yang kelaparan dan mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidupnnya. Karena begitu banyaknya zakat yang terkumpul, sampai-sampai amil zakat mengeluh tidak menemukan orang yang akan diberi zakat. Diriwayatkan, bahwa seorang amil zakat di wilayah Afrika mengeluh kepada Khalîfah 'Umar ibn 'Abd al-'Azîz karena dia tidak menemukan seorang fakir yang akan diberi zakat. 'Umar lalu berkata kepadanya, "Bayarkan utang orang-orang yang berutang." Amil zakat itu pun kemudian melaksanakan perintah itu, tetapi kemudian mengeluh lagi. 'Umar pun berkata, "Beli dan tebuslah budak, karena hal ini termasuk salah satu cara pembagian zakat." Sebenarnya, apabila zakat itu dikumpulkan kemudian dikeluarkan pada jalannya, maka akan terlihat dari penerapannya itu bahwa zakat adalah bentuk sistim takâful ijtimâ'iy yang paling agung. ] - Interpretation of ( At-Tawba 60 )

[ إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ] - التوبة 60

#26

Interpretation of ( Al-Baqarah 233 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Ibu berkewajiban menyusui(1) anaknya selama dua tahun penuh demi menjaga kemaslahatan anak, kalau salah satu atau kedua orangtua ingin menyempurnakan penyusuan karena anaknya membutuhkan hal itu. Dan ayah berkewajiban--karena sang anak adalah keturunan ayah--untuk memberikan nafkah kepada sang ibu dengan memberikan makan dan pakaian sesuai dengan kemampuannya, tidak boros dan tidak pula terlalu sedikit. Karena manusia tidak diwajibkan apa pun kecuali sesuai dengan kemampuannya. Nafkah itu hendaknya tidak merugikan sang ibu, dengan mengurangi hak nafkahnya atau dalam mengasuh anaknya. Begitu juga sang anak tidak boleh menyebabkan kerugian ayahnya dengan membebaninya di atas kemampuannya, atau mengurangi hak ayah pada anak. Apabila sang ayah wafat atau jatuh miskin sehingga tidak mampu mencari penghidupan, maka kewajiban memberi nafkah dilimpahkan kepada pewaris anak jika ia memiliki harta. Apabila salah satu atau kedua orangtua menginginkan untuk menyapih anak sebelum dua tahun secara sukarela dan dengan melihat maslahat anak, maka hal itu dibolehkan. Kalau sang ayah hendak menyusukan anak kepada wanita lain, hal itu juga dibolehkan. Dalam hal ini, orang tua harus membayar upah dengan rida dan cara yang baik. Jadikanlah Allah sebagai pengawas dalam segala perbuatanmu. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperiksa perbuatan itu dan akan memberikan balasannya. (1) Teks al-Qur'ân menegaskan kewajiban menyusui ada pada ibu, bukan pada orang lain. Menyusukan anak kepada orang lain hanya boleh dilakukan bila si ibu tidak mampu melakukannya. Ahli-ahli fikih telah sepakat mengenai kewajiban menyusui anak pada ibu. Sebab, air susu ibu adalah makanan alami bagi bayi, karena sangat sesuai dengan kebutuhan hidup bayi pada masa itu. Air susu ibu dapat bertambah banyak seiring dengan bertambah besarnya bayi. Selain itu air susu ibu juga memiliki kandungan yang bermacam- macam sesuai dengan kebutuhan bayi. Menyusui anak akan bermanfaat bagi si ibu, dan tidak merugikannya kecuali dalam hal-hal tertentu. Menyusui dapat memperbaiki kondisi kesehatan bayi secara umum melalui perangsangan pertumbuhan sistem pencernaan dan merangsang untuk mendapatkan zat-zat makanan yang dibutuhkan bayi. Di samping itu menyusui juga bermanfaat bagi sang ibu, karena dapat mengembalikan alat reproduksinya kepada kepada keadaan semula setelah proses kelahiran. Ilmu kedokteran modern membolehkan secara berangsur-angsur menyapih anak bayi di bawah dua tahun kalau bayi itu memiliki kesehatan yang memadai. Tetapi apabila kondisi kesehatannya tidak memungkinkan dan ia tidak mampu mengunyah makanan luar, maka penyusuan harus disempurnakan menjadi dua tahun. Setelah itu bayi dapat memakan makanan selain air susu ibu. ] - Interpretation of ( Al-Baqarah 233 )

[ وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ] - البقرة 233

#27

Interpretation of ( Al-Baqarah 1 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ [[2 ~ AL-BAQARAH (SAPI) Pendahuluan: Madaniyyah, 286 ayat ~ Surat yang termasuk dalam kelompok Madaniyyah yang diturunkan di Madinah setelah hijrah ini, adalah surat terpanjang di antara seluruh surat al-Qur'ân. Surat ini mulai memerinci hal-hal yang disebutkan secara singkat dan global pada surat sebelumnya (al-Fâtihah). Pada surat ini, misalnya, selain ditegaskan bahwa al-Qur'ân adalah sumber petunjuk kebenaran, juga disebut ihwal orang-orang yang memperoleh keridaan Allah dan orang-orang yang mendapatkan kemurkaan-Nya, yaitu golongan kafir dan munafik. Setelah penegasan bahwa al-Qur'ân adalah kitab petunjuk yang tidak diragukan kebenarannya, pada surat ini mulai dibicarakan tiga kelompok manusia, yaitu kelompok Mukmin, kafir dan munafik, seraya mengajak umat manusia untuk menyembah Allah semata dengan memberi ancaman bagi orang kafir dan kabar gembira bagi orang Mukmin. Kemudian, surat ini secara khusus berbicara mengenai Banû Isrâ'îl dan mengajak mereka untuk kembali kepada kebenaran. Mereka diingatkan tentang hari-hari Allah, tentang kejadian-kejadian yang menimpa mereka ketika menyertai Mûsâ a. s., tentang Ibrâhîm dan Ismâ'îl a. s. yang membangun Ka'bah. Di sela-sela pembicaraan mengenai kisah Banû Isrâ'îl yang cukup panjang hingga hampir mencapai setengah isi surat, seringkali didapati ajakan kepada orang-orang Mukmin untuk mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa orang-orang Yahudi dan Nasrani itu. Selanjutnya, pembicaraan beralih kepada Ahl al-Qur'ân (orang-orang Mukmin) dengan mengingatkan kesamaan antara umat Mûsâ a. s. dan umat Muhammad saw. yang berasal dari keturunan Ibrâhîm a. s. Disebut pula ihwal kiblat dan sebagainya, lalu diutarakan pula tentang tauhid dan tanda-tanda kemahaesaan Allah, tentang syirik, tentang makanan yang diharamkan dan penegasan bahwa hanya Allahlah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Beberapa prinsip kebajikan juga dijelaskan dalam surat ini, seperti hukum puasa, wasiat, larangan memakan harta secara tidak benar, hukum kisas, hukum perang, manasik haji, larangan meminum khamar dan berjudi, hukum nafkah, larangan riba, hukum jual beli dan utang piutang, hukum nikah, talak, idah, dan sebagainya. Masalah tauhid, kenabian dan hari kebangkitan yang merupakan pokok-pokok akidah, juga disebutkan dalam surat ini. Sebagai khatimah, surat ini ditutup dengan doa orang-orang Mukmin agar Allah memberi pertolongan dan kemenangan kepada mereka. Ada beberapa kaidah yang dapat dipetik dari surat ini, antara lain, bahwa: a. hanya dengan mengikuti jalan Allah dan melaksanakan ajaran-ajaran agama-Nya, umat manusia akan dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat; b. tidak selayaknya orang yang berakal mengajak orang lain kepada kebenaran dan kebajikan, sedangkan ia tidak melakukannya; c. wajib hukumnya mendahulukan kebaikan daripada kejahatan dan membuat suatu prioritas dengan melakukan yang terbaik dari yang baik; d. pokok-pokok ajaran agama ada tiga, yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari kebangkitan dan melakukan amal salih. Dan bahwa ganjaran itu diperoleh atas dasar keimanan dan amal sekaligus; e. syarat keimanan adalah tunduk dan pasrah kepada apa-apa yang dibawa oleh Rasul; f. bahwa orang-orang non Muslim tidak akan merasa puas sampai orang-orang Islam mengikuti agama mereka; g. kekuasaan yang benar dalam agama, harus berada di tangan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berlaku adil, bukan di tangan orang-orang kafir dan zalim; h. beriman kepada agama Allah sebagaimana yang diturunkan-Nya, mengarah kepada kesatuan dan persatuan, sementara meninggalkan petunjuk-Nya akan menimbulkan perselisihan dan perpecahan; i. perkara-perkara yang terpuji bisa dicapai dengan kesabaran dan salat. Bahwa taqlîd (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dasarnya) adalah tidak benar dan dapat menimbulkan kebodohan dan kefanatikan; j. Allah Swt. menghalalkan bermacam-macam makanan yang baik kepada hamba-Nya dan mengharamkan dalam jumlah terbatas hal-hal yang kotor. Siapa pun selain Allah tidaklah berhak menentukan haram halalnya; k. sesuatu yang diharamkan dapat menjadi halal bagi orang yang dalam keadaan terpaksa, karena keadaan darurat dapat menghalalkan sesuatu yang dilarang dalam batas-batas tertentu; l. agama ditegakkan atas dasar kemudahan dan menghilangkan kesulitan. Allah tidak membebani manusia sesuatu di atas kemampuannya; m. menjerumuskan diri sendiri ke dalam kehancuran haram hukumnya; n. untuk mencapai sesuatu tujuan, seseorang harus menempuh jalan yang akan mengarah kepadanya (hukum sebab akibat); o. pemaksaan dalam beragama tidak dibenarkan; p. berperang melawan musuh diperintahkan untuk membela diri, demi menjamin kebebasan beragama dan tegaknya Islam dalam masyarakat; q. seorang Muslim boleh mengejar kebahagiaan di dunia sebagaimana ia melaksanakan kewajibannya demi kebahagiaan di akhirat; r. sesungguhnya sadd al-dzarâ'i' (mencegah perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada perbuatan haram) dan pencapaian maslahat, merupakan maqâshid syar'iyyah (tujuan-tujuan umum syariat Islam); s. keimanan dan kesabaran merupakan faktor penyebab kemenangan minoritas yang adil atas mayoritas yang tiran; t. memakan harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan adalah haram hukumnya; u. ganjaran seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya sendiri, bukan amal perbuatan orang lain; v. Hikmah al-tasyrî' (falsafah hukum Islam) dapat dibuktikan oleh akal sehat, karena hukum Islam mengandung kebenaran, keadilan dan maslahat manusia.]] Alif, Lâm, Mîm. Allah Swt. memulai dengan huruf-huruf eja ini untuk menunjukkan mukjizat al-Qur'ân, karena al-Qur'ân disusun dari rangkaian huruf-huruf eja yang digunakan dalam bahasa bangsa Arab sendiri. Meskipun demikian, mereka tidak pernah mampu untuk membuat rangkaian huruf-huruf itu menjadi seperti al-Qur'ân. Huruf-huruf itu gunanya untuk menarik perhatian pendengarnya karena mengandung bunyi yang berirama. ] - Interpretation of ( Al-Baqarah 1 )

[ الم ] - البقرة 1

#28

Interpretation of ( An-Nur 2 ) in Indonesian by Muhammad Quraish Shihab et al. - id

[ Di antara ketentuan hukum itu adalah hukum wanita dan laki-laki yang berzina. Cambuklah masing- masing mereka seratus kali cambukan. Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, kalian tidak perlu merasa terhalangi oleh rasa iba dan kasihan, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Sebab, konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah daripada perkenan manusia. Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya dihadiri oleh sekelompok umat Islam, agar hukuman itu menjadi pelajaran yang membuat orang lain selain mereka berdua jera(1). (1) Komentar para ahli mengenai ayat 2 sampai ayat 4 surat ini: Kriminalitas dalam syariat Islam merupakan larangan-larangan yang tidak dibolehkan dengan ancaman sanksi hadd atau ta'zîr. Larangan-larangan itu bisa berupa tindakan mengerjakan sesuatu yang dilarang atau tindakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan. Alasan pengharaman larangan-larangan itu adalah bahwa tindakan pelanggaran larangan merupakan tindakan yang bertentangan dengan salah satu dari lima maslahat/kepentingan yang diakui dalam syariat Islam, yaitu: a. Memelihara jiwa. b. Memelihara agama. c. Memelihara akal pikiran. d. Memelihara harta kekayaan. e. Memelihara kehormatan. Tindakan pembunuhan, misalnya, merupakan perlawanan terhadap jiwa. Keluar dari Islam (riddah: 'menjadi murtad') merupakan perlawanan terhadap agama. Meminum khamar merupakan perlawanan terhadap pikiran. Mencuri merupakan perlawanan terhadap harta dan kekayaan. Dan zina merupakan perlawanan terhadap kehormatan. Para ahli hukum Islam (fuqahâ') membagi tindakan kriminalitas menjadi beberapa kategori, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Sehubungan dengan hal itu, berikut ini akan disinggung pembagian hukum dari segi besarnya sanksi dan cara menetapkannya. Berdasarkan hal ini kriminalitas terbagi dalam tiga kelompok, yaitu (a) yang terkena sanksi hudûd, (b) yang terkena sanksi qishâsh dan (c) yang terkena sanski ta'zîr. Yang dimaksud dengan hudûd adalah kejahatan yang dianggap berlawanan dengan hak Allah atau kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan yang oleh karenanya dibatasi oleh Allah dengan jelas, baik melalui al-Qur'ân maupun al-Hadîts. Kemudian, yang dimaksud dengan qishâsh (termasuk di dalamnya diyat) adalah kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak manusia lebih dominan. Dalam hal ini, sebagian ketentuan hukumnya ditetapkan oleh Allah melalui al-Qur'ân dan al-Hadîts dan sebagian lainnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah untuk menentukan hukumnya. Tindak pembunuhan, memotong salah satu organ tubuh, termasuk dalam kategori kedua ini. Sedangkan yang dimaksud dengan ta'zîr adalah sejumlah sanksi, baik berat maupun ringan, yang penentuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah, sesuai kondisi masyarakat di mana terjadi kejahatan itu. Ada tujuh macam kejahatan yang terkena sanksi hudûd, yaitu zina, menuduh orang yang sudah kawin berbuat zina (qadzaf), menentang penguasa (baghy), mencuri, menyamun, meminum khamar dan keluar dari Islam (murtad). Ketujuh macam kejahatan itu beserta sanksi-sanksinya telah ditentukan sanksi hudûdnya di dalam al-Qur'ân, kecuali sanski pelaku zina yang sudah kawin yang dikenakan hukum rajam, meminum khamar yang dikenakan sanksi 80 kali cambuk, dan sanksi keluar dari Islam yaitu hukum mati., yang ditentukan oleh al-Hadits. Sementara itu, hukum positif modern memberlakukan sanksi yang terlalu rendah, seperti penjara, terhadap zina. Akibatnya, prostitusi dan kejahatan merajalela di kalangan masyarakat. Kehormatan menjadi terinjak-injak. Selain itu, akan timbul berbagai penyakit dan ketidakjelasan keturunan. Yang cukup mengherankan, bahwa undang-undang yang berlaku di beberapa negara modern saat ini malah melindungi kejahatan semacam itu. Dalam undang-undang Perancis, misalnya, terdapat ketentuan bahwa pelaku zina--baik laki-laki maupun perempuan--yang belum kawin tidak dikenakan sanksi apa-apa, selama mereka telah mencapai usia dewasa. Hal itu berdasar pada prinsip kebebasan individu yang menjamin kebebasan berbuat apa saja. Sedangkan jika pelaku zina itu sudah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, maka sanksinya adalah penjara. Contoh lain dari praktik hukum positif, lembaga hukum seperti niyâbah (kejaksaan) tidak mempunyai hak untuk melakukan penyelidikan kecuali atas permintaan salah seorang suami istri. Selain itu, seorang suami yang telah melaporkan tuduhan zina, boleh menarik kembali tuduhannya. Berdasarkan hal itu penyelidikan pun harus dihentikan. Suami juga memiliki hak untuk memaafkan istrinya yang telah dijatuhi hukuman penjara sebelum habis masa hukuman, walaupun keputusan hakim sudah bersifat final. Beberapa kalangan menganggap sanksi zina yang ditetapkan Islam itu terlalu berat. Tetapi semestinya mereka melihat pula bahwa di samping sanksi itu berat, proses pembuktiannya pun tidak mudah. Pada tindak pembunuhan, misalnya, Islam hanya menetapkan keharusan adanya dua saksi yang adil. Tetapi pada pembuktian zina justru menetapkan adanya empat orang saksi adil yang menyaksikan kejadian itu secara langsung, atau pengakuan si pelaku zina. Dapat dicatat di sini bahwa al-Qur'ân mewajibkan pelaksanaan hukum cambuk secara terang-terangan di hadapan khalayak ramai masyarakat Muslim dengan maksud sebagai pemberitahuan kepada mereka siapa pelaku zina itu di samping agar mereka merasa takut dan ngeri hingga menghindari tindakan yang hina itu. ] - Interpretation of ( An-Nur 2 )

[ الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ] - النور 2